dari balik batas tembus pandang,
agaknya harapan yang mulai usang itu melayang-layang,
melambai-lambai ingin ditantang,
“hei, kemari! mana dirimu yang giat meramu mimpi di pulau seberang?”
lirih suara bagai radio yang usang,
agaknya kausalitas pendengar dan pengucapan belum hilang,
balasannya begini: “apa katamu? coba ulang!”
…
dari balik batas tembus pandang,
setidaknya bukan amukan karena balasan nada menantang,
menjawab tersenyum sambil bersenang,
“hei, kemari! mana dirimu yang giat meramu mimpi di pulau seberang?”
nyaring suara bagai gitar park jong seong yang berdendang,
agaknya harapan usang itu masih, sedang, bahkan tetap menjadi piutang,
balasannya begini : “tenang, sebenarnya aku juga tidak ingin curang”.
…
dari balik batas tembus pandang,
nyatanya zona nyaman terkadang perlu menghilang.
Sajak demi sajak ini ditulis ketika perjalanan kembali -setelah menerima jamuan masakan rumah berhari-hari -tuk meramu mimpi di pesantren Nurul Ummah Putri.
Penulis : Dilla Azkiya| Editor : Nanik Rahma | Ilustrator : Nurmala Indah