
YKD – Jumat (17/10), suasana di Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi-ien tampak lebih ramai dari biasanya. Matahari belum naik terlalu tinggi, tetapi para santri sudah bersiap menyambut kedatangan tamu-tamu penting. Dengan pakaian rapi dan wajah penuh semangat, mereka berbaris rapi di halaman pondok, menyapa setiap rombongan yang datang dengan senyum hangat.

Tak lama kemudian, Wali Kota Yogyakarta, Dr. (H.C.) dr. H. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), hadir untuk membuka secara resmi kegiatan Reresik Pondok Pesantren, agenda bersih-bersih pondok yang dilaksanakan serentak di lima pesantren di Kota Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025.
Reresik Pondok Pesantren bukan sekadar aksi kebersihan, melainkan juga menjadi momentum silaturahmi antara santri, masyarakat, dan pemerintah kota. Lima pondok pesantren yang turut berpartisipasi dalam kegiatan ini adalah Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi-ien, Pondok Pesantren Minhajut Tamyiz Timoho, Pondok Pesantren Bener Tegalrejo, Pondok Pesantren Al-Barokah Tegalrejo, dan Pondok Pesantren Al-Islam Mantrijeron.
Dalam sambutannya, pengasuh Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi-ien, Abah K.H. Munir Syafa’at, mengajak seluruh pihak untuk menjadikan kegiatan seperti ini sebagai tradisi baik yang terus dilestarikan. Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta, H. Ahmad Shidqi, S.Psi., M.Eng. menekankan makna Hari Santri sebagai momentum bagi santri untuk terus berkontribusi bagi negeri.
“Santri punya kewajiban untuk mengisi kemerdekaan menjadi bagian dari kehidupan berbangsa. Melalui kegiatan bersih-bersih ini, kita ingin menunjukkan bahwa sinergi antara umaro dan ulama benar-benar hidup di kota ini,” ujarnya.

Reresik Pondok Pesantren disebut sebagai pembuka dari rangkaian peringatan Hari Santri tahun ini, yang akan dilanjutkan dengan kegiatan Khataman Al-Qur’an pada 21 Oktober dan Apel Akbar Santri di Balai Kota Yogyakarta pada 22 Oktober 2025.
Gotong Royong sebagai Ruh Kota Jogja
Sebelum sambutan dari Wali Kota, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta terlebih dahulu memaparkan program MASJOS (Masyarakat Jogja Olah Sampah). Dalam pemaparannya, disebutkan bahwa Pondok Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadi-ien telah menjadi salah satu pelopor dalam pengelolaan sampah mandiri, di antaranya melalui pembuatan dua biopori besar di lingkungan pondok.
Ketika tiba giliran Wali Kota Yogyakarta berpidato, suasana terasa akrab dan penuh kehangatan. Dengan gaya khasnya, menekankan pentingnya gotong royong sebagai bagian dari ruh masyarakat Yogyakarta.
“Gotong royong itu bagian dari perhatian kita kepada yang lemah. Kita semua ini umaro kecil, dan harus belajar kepada para ulama agar tidak tersesat dalam memimpin,” ujarnya disambut anggukan para hadirin. Menurutnya, kebersihan bukan sekadar urusan lingkungan, melainkan juga cermin iman dan kemajuan.
“Kebersihan itu sebagian dari iman. Orang yang berakal dan berilmu pasti menjaga kebersihan lingkungannya. Negara maju itu ditandai oleh warganya yang mau menjaga kebersihan,” tuturnya.
Menjaga Kebersihan, Merawat Kebersamaan
Setelah sambutan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan penyerahan simbolis alat kebersihan kepada lima santri. Momen itu menjadi tanda dimulainya aksi bersama, yang kemudian diteruskan dengan penanaman pohon di halaman pondok dan peninjauan langsung dua lubang biopori yang telah dibuat sebelumnya.


Barulah setelah itu, seluruh peserta bergerak serempak untuk melakukan reresik pondok. Santri, ustadz, aparat pemerintah, dan berbagai unsur masyarakat turun langsung membersihkan area pondok. Suasana kebersamaan begitu terasa, diwarnai semangat gotong royong.

Kegiatan yang berlangsung hingga sekitar pukul sepuluh pagi ini meninggalkan kesan mendalam. Bukan hanya karena lingkungan pondok yang menjadi lebih bersih, tetapi juga karena sinergitas antara umaro dan ulama yang semakin erat.
Reresik Pondok Pesantren tahun 2025 bukan sekadar kerja bakti biasa, tetapi simbol bahwa nilai-nilai keislaman, kepedulian sosial, dan semangat kebersamaan bisa berpadu dalam satu kegiatan sederhana. Seperti yang disampaikan Abah dalam pesan pembuka, kegiatan seperti ini layak untuk diteruskan, karena dari kebersihanlah peradaban itu tumbuh.
Reporter: HN Sidik | Editor: Nayla Sya