
Potret Ibu Nyai Hj. Barokah Nawawi sedang memberikan prakata dalam acara OP3 PPNU-Pi 2025 (Sumber: Dokumentasi Media)
Bagi sebagian orang, kalimat hanyalah susunan kata. Akan tetapi, bagi sebagian yang lain, kalimat adalah ramuan manjur untuk mengobati hati yang lara.
Rasanya, menulis dawuh tiap pertemuan dengan guru adalah hal yang paling kutunggu. Bukan ingin dianggap rajin karena membawa mangsi dan secuil kertas tiap ada majelis, tapi sadar diri saja: penyimpanan otakku tak secanggih ChatGPT.
Selain bermanfaat bagi diri sendiri, tulisan itu ternyata juga dinanti salah satu divisi untuk dicantumkan pada merchandise acara rutin pondok tercinta. Oleh karena itu, sebagai pengingat, di bawah ini adalah “dawuh guru” yang bisa kita simpan dalam qolbu, dijadikan bait-bait tingkah laku, dan tak sekadar nangkring di bawah foto status WhatsApp dengan backsound Arabic terbaru.
Tentang Tanggung Jawab
“Laksanakan tanggung jawab dengan hati yang bahagia. Karena hati yang bahagia akan menghadirkan keikhlasan, dan keikhlasan akan menghadirkan keridhaan Tuhan.”
– Ibu Nyai Barokah Nawawi
Dawuh ini sangat deep bagi para pengurus, apalagi yang baru dilantik. Kelihatannya saja pengurus itu banyak enaknya, ternyata banyak tanggungannya. Apalagi menghadapi tingkah santri yang lucu-lucu, bukan tambah bahagia, tapi tambah stresnya.
Tidak terbatas untuk pengurus saja, dawuh ini bisa menjadi bekal kita untuk mengarungi kehidupan yang serba gonjang-ganjing. Hidup ini kan bukan cuma eating, shopping, scrolling, and travelling. Setiap manusia memikul tanggung jawab di pundaknya, mulai dari lingkup terkecil yaitu diri sendiri, sampai yang terbesar yaitu mengurus negeri. Jadi santri saja sudah memikul tanggung jawab, mulai dari diniyah, hafalan, sampai target cap kajian, belum lagi beban too much expectation dari orang-orang yang bilang, “Cah pondok kok kelakuane ngono. Senengane ngrungokno lagu dangdute Denny Caknan karo ngguya ngguyu. Kudune iso iki, iso iku.” Tidak berhenti di situ, tanggung jawab mengejar gelar pendidikan juga sudah mengantre untuk digendong sampai garis finish. Namun, tentu, bukan berarti santri yang sudah wisuda, lulus diniyah, atau khatam Al-Qur’an sudah tak memiliki tugas yang berat. Malah dari beberapa orang yang saya tanya, enakan saat jadi mahasiswa. Seberat apa pun tugasnya, lebih berat kalau sudah kerja. Jadi ya nikmati saja, apalagi jika budaya di rumah memang nikah muda. Pertanyaan “kapan nikah?” dan “siapa calonnya?” belum tentu siap dijawabnya.
Kita tidak akan bisa menghindari tanggung jawab, karena hidup bukan tahu isi yang isinya hanya sayur wortel dan kubis. Hidup adalah rangkaian peristiwa yang berisi konsekuensi, tanggung jawab, dan banyak lain yang harus dijalani. Walaupun memiliki begitu banyak tanggung jawab, mari kita pilih opsi bahagia saat menjalankannya. Jika belum bisa, pelan-pelan saja. Banyak bukan drama yang kita tonton dari benci menjadi cinta? Begitu juga dalam hidup, tak mustahil kita bisa menemukan titik “cinta” dalam tanggung jawab yang awalnya mungkin dipaksa. Dari titik itulah, rasa ikhlas bisa tumbuh. Sebaliknya, jika kita selalu menggerutu dan menyalahkan keadaan, benih keikhlasan akan sulit masuk karena rasa “mangkel” (jengkel, kesal) telah menguasai hati dan menutup semua pintu.
Ketika keikhlasan sudah memasuki hati, ridha Tuhan akan mengikuti. Bukankah itulah yang kita cari selama ini—Ridho Ilahi? Maka, mari kita jalani setiap tanggung jawab dengan hati bahagia, agar keikhlasan dan ridha Tuhan selalu menyertai langkah kita.
Tentang Niat Riadhoh
“Apa pun yang dirasa berat, niatono dadi riadohe sampean mba…”
– Ibu Nyai Barokah Nawawi
Ibu selalu menjadi inspirasi kita untuk menjadi wanita yang kuat. Jangan mudah menyerah saat beban-beban hidup berdatangan. Kita harus bisa menjadi wanita tangguh yang berdiri di atas kaki kita sendiri. Jangan mau jadi wanita lemah, ujian baru datang, ingin segera boyong, kabur dari masalah. Yakinlah masalah-masalah yang kita hadapi saat ini, bukan tanpa maksud. Mana mungkin Tuhan memberikan ujian hanya untuk bercanda? Jika kita sedang diuji dengan ujian yang berat, niatkan itu sebagai usaha mendekatkan diri pada Tuhan, agar kita bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi dalam aspek apa pun.
Tentang Menjadi Pelita
“Jika kamu tidak bisa menjadi mercusuar, jadilah kamu pelita di rumahmu.”
– Ibu Nyai Barokah Nawawi
Bukan, bukan maksud beliau membuat kita pesimis. Justru beliau memberikan motivasi pada kita, bahwa bukan menjadi sebuah masalah jika kita tak terlalu bercahaya bak mercusuar di lautan yang banyak dilihat orang. Bahkan, menjadi cahaya lampu di rumah yang sering dianggap sepele pun, akan tetap memberi manfaat.
Marilah, kita sebagai santri-santrinya Ibu Barokah Nawawi menjadi santri yang bahagia sebagai santri, bukan sekadar guyan-guyon di pondok yang dinikmati, tetapi juga menjalankan segala tanggung jawabnya dengan senang hati. Jika dirasa terlalu berat, niatkan itu sebagai usaha kita mendekati Sang Ilahi. Suatu saat nanti, sekecil apa pun cahaya kita, yakinlah akan selalu ada manfaatnya.
Closing statement-nya: jika kita sudah keluar dari satu tugas, yakinlah akan banyak tugas lain yang menunggu. Jadi, semangattt untuk kita!!!
Penulis: Anjani | Editor: Nayla Sya